Apalagidemi sekedar hajatan partai.Urusan ngaji ini juga wajib ain hukumnya bagi putra-putri Mbah Dim untuk mengikutinya. Bahkan, ngaji tidak akan dimulai, fasal-fasal tidak akan dibuka, kecuali semua putra-putrinya hadir di dalam majlis. Satu kisah unik ketika Abuya datang pertama ke Watucongol, Mbah Dalhar memberi kabar kepada santri
Jodoh rizki dan maut memang sudah menjadi takdir yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. Namun sebagai manusia kita juga perlu untuk melakukan ikhtiar agar mendapatkan apa yang kita inginkan.
KyaiSyarifuddin putri (dalem timur-utara). Sementara itu, ada lagi Sholawat Tolak Balak dari Nabiyullah Khidir as. yang diijazahkan kepada Mbah Mad Watucongol, atau KH Ahmad Abdul Haqq bin Nawawi Dalhar (putra Mbah Dalhar). Berikut uslub sholawatnya:
Takterkirakan betapa bahagianya Adipati Tuban dan isterinya menerima kedatangan putra-putri yang sangat dicintainya itu. Kelahiran & Nasabnya Mbah Kyai Dalhar lahir di komplek pesantren Darussalam, Watucongol, Muntilan, Magelang pada hari Rabu, 10 Syawal 1286 H atau 10 Syawal 1798 - Je (12 Januari 1870 M). Ketika lahir beliau diberi nama
MbahMad adalah seorang ulama yang cukup berpengaruh, terutama di wilayah Magelang. Di mata para kiai dan umatnya, kharisma Mbah Mad sangat tinggi, di samping karena salah seorang kiai sepuh di kalangan warga NU saat itu. Sebelum wafat, ia menjadi pengasuh keempat Pondok Pesantren Darussalam Watucongol, Gunungpring, Muntilan, Magelang, Jawa Tengah.
MBAHMAD WATUCONGOL KH Ahmad Abdul Haq Dalhar (Mbah Mad) Watu congol Magelang _____ Mbah Mad adalah salah seorang kiai yang
. Magelang merupakan sebuah Kabupaten di provinsi Jawa Tengah. Ibu kota Kabupaten ini adalah Kota Mungkid. Berikut ini tim kami telah merangkum daftar Pondok Pesantren Salafiyah maupun modern Terbaik Dan Terkenal di Kabupaten Magelang Jawa Tengah 1. PONDOK MODERN DARUL QIYAM GONTOR 6 Lokasi Gadingsari, Mangunsari, Sawangan, Jawa Tengah, Mranggen, Mangunsari, Sawangan, Magelang, Jawa Tengah 56481 Darul Qiyam mempunyai daya tarik tersendiri jika dibandingkan dengan cabang Gontor lainnya karena disamping pondok ini terletak di kaki Gunung Merbabu dan di Jalur Ketep Pass Gardu Pandang Merapi Indah, yang memiliki udara sejuk, juga kondisi alamnya yang masih alami, menyebabkan tempat ini sangat cocok untuk sebuah lembaga pendidikan. Sebelum pondok ini diresmikan dan diserahkan kepada Gontor, Pimpinan Pondok Modern Gontor menunjuk dan mengutus Ust. Ali Sarkowi, Lc alm untuk berada di cikal bakal Pondok ini selama ± 1/2 bulan hingga dibukalah Pondok ini secara resmi. Pada akhir tahun 2002, Bapak Pimpinan Pondok Modern Darussalam Gontor menunjuk Ust. H. Muhammad Syujaâi Slamet, sebagai wakil pengasuh di Pondok Modern Gontor 6 Darul Qiyam Magelang menggantikan Ust. H. Farid Sulistyo, Lc. Kemudian pada tahun 2009, dibukalah cabang perkuliahan Institut Studi Islam Darussalam untuk Fakultas Syariah Prodi Ekonomi Islam oleh Purek I ISID, KH Imam Subakir Ahmad. Kurikulum KMI yang bersifat akademis dibagi dalam beberapa bidang yang mengacu pada kurikulum Gontor Pusat, yaitu - Bahasa Arab - Dirasah Islamiyah - Ilmu keguruan dan psikologi pendidikan - Bahasa Inggris - Ilmu PastiIlmu Pengetahuan Alam - Ilmu Pengetahuan Sosial - Keindonesiaan/ Kewarganegaraan. KMI membagi pendidikan formalnya dalam perjenjangan yang sudah diterapkan sejak tahun 1936. KMI memiliki program reguler dan program intensif. 2. PONDOK PESANTREN PABELAN Lokasi Jl. Pd. Pabelan, Pabelan Empat, Pabelan, Mungkid, Magelang, Jawa Tengah 56551 Pondok Pesantren Pabelan didirikan oleh Hamam Dja'far pada 28 Agustus 1965. Pondok Pesantren Pabelan terletak di Desa Pabelan, Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Pondok Pabelan merupakan lembaga pendidikan yang telah mengalami sejarah panjang dan saat ini merupakan kebangkitan yang ketiga. Cikal bakal Pondok Pesantren Pabelan dimulai pada tahun 1800-an, ditandai dengan kegiatan mengaji yang dirintis oleh Kiai Raden Muhammad Ali. Tapi kemudian terhenti setelah terjadi Perang Diponegoro 1825-1830 hingga waktu yang panjang. Kemudian, pada tahun 1900-an Pondok Pabelan ini bangkit kembali di bawah asuhan Kiai Anwar dan dilanjutkan oleh Kiai Anshor. Namun kemudian Pondok Pabelan kembali mengalami kevakuman. Akhirnya, pada tanggal 28 Agustus 1965, salah seorang keturunan perintis Pondok Pabelan, Hamam Dja'far, mendirikan kembali Pondok Pabelan dengan sistem dan kurikulum yang lebih modern, diberi nama "Balai Pendidikan Pondok Pesantren Pabelan".. Balai Pendidikan Pondok Pesantren Pabelan berada di bawah naungan Yayasan Wakaf Pondok Pabelan. Pondok Pesantren Pabelan menyelenggarakan pendidikan untuk santri putra dan putri selama 6 tahun bagi lulusan Sekolah Dasar SD atau Madrasah Ibtidaiyah MI, dan selama 4 tahun bagi lulusan Sekolah Menengah Pertama SMP atau Madrasah Tsanawiyah MTs. Pendidikan formal yang digunakan adalah Kulliyatul Mu'allimien al-Islamiyah KMI, yang sudah disetarakan dengan SMU berdasarkan SK Mendiknas. Di Pondok Pesantren Pabelan, para santri akan secara otomatis juga mengikuti program pendidikan Madrasah Tsanawiyah MTs dan Madrasah Aliyah MA. 3. PONDOK PESANTREN ASRAMA PERGURUAN ISLAM API Lokasi Jl. Magelang - Salatiga, Ngernak, Tegalrejo, Kec. Tegalrejo, Magelang, Jawa Tengah 56192 Pondok Pesantren Asrama Perguruan Islam API Tegalrejo didirikan pada tanggal 15 September 1944 oleh KH. Chudlori, seorang ulama yang juga berasal dari desa Tegalrejo. Beliau adalah menantu dari Mbah Dalhar KH. Nahrowi pengasuh Pondok Pesantren Darus Salam Watucongol Muntilan Magelang. Pada tahun 1947 ditetapkan nama pesantrennya adalah Asrama Perguruan Islam API yang merupakan hasil dari shalat Istikharoh. Dengan lahirnya nama Asrama Perguruan Islam, beliau berharap agar para santrinya kelak di masyarakat mampu dan mau menjadi guru yang mengajarkan dan mengembangkan syariat-syariat yang melatar belakangi berdirinya Asrama Perguruan Islam adalah adanya semangat jihad Ii iâlai kalimatillah yang mengkristal dalam jiwa sang pendiri itu sendiri. Berkat ketegaran dan keuletan Simbah Chudlori dalam upayanya mewujudkan Pondok Pesantren Asrama Perguruan Islam baik secara dhohir maupun batin, santri yang pada awal berdirinya hanya berjumlah delapan orang, tiga tahun kemudian sudah mencapai sekitar 100-an. Setelah melewati zaman penjajahan Belanda yang memprihatinkan, pada tahun 1977 jumlah santri sudah mencapai sekitar 1500-an. Kyai Chudhori dipanggil kerahmatullah wafat pada tahun 1977, sehingga kegiatantaâlim wataalum terpaksa diambil alih oleh putra sulungnya yaitu KH. Abdurrohman Ch. dengan dibantu oleh putra keduanya yaitu Bp. Achmad Muhammad. API pada awal periode KH. Abdurrohman Ch. jumlah santri menurun drastis, sehingga pada tahun 1980 tinggal sekitar 760-an. Akan tetapi nampak keuletan dan kegigihan Simbah Chudhori telah diwariskan kepada putra-putranya yaitu KH. Abdurrohman Ch dan adik-adiknya, sehingga jumlah santri bisa kembali meningkat, yang sampai pada tahun 1992 menurut catatan sekretaris jumlah santri mencapai anak. Tepat pada tanggal 10 Rabiâul Awwal 1430 H Al Karim ibnal Karim Ahmad Muhammad meninggal dunia yang kurang lebih satu tahun kedepannya disusul meninggalnya KH. Abdurrahman yaitu pada tanggal 24 Januari 2011. Jasa-jasa keduanya dalam menghidupkan dan melestarikan ajaran Islam di pesantren sungguh sangat banyak dan mulia sehingga mengantarkan nama harum bagi pesantren, masyarakat, negara dan agama. Tradisi kepemimpinan dalam pesantren dibebankan pada adik-adik dan seluruh keluarga. Dan saat ini telah didirikan SMP & SMK Syubbanul Wathon dibawah naungan Yayasan Syubbanul Wathon. Sekolah yang berdiri pada tahun 2010 dan diresmikan pada tanggal 6 Maret 2011 oleh Menteri Pendidikan Nasional Bapak Prof. Dr. Muhamad Nuh, DEA ini berada dibawah naungan Yayasan Syubbanul Wathon, yayasan yang diprakarsai oleh Almarhum Almaghfurlah KH. Adapun program pendidikan salaf yang diselenggarakan sejak dahulu menggunakan sistem klasikal. Bentuk pendidikan yang ada berupa madrasah yang terdiri dari 7 kelas. Kurikulum yang dipakai di kelas 1 sampai kelas terakhir secara berjenjang mempelajari khusus ilmu agama, baik itu fikih, aqidah, akhlaq, tasawuf dan ilmu alat nahwu dan sharaf yang semuanya dengan kita berbahasa Arab. Kitab-kitab yang diajarkan di bidang fikih antara lain safinatun- Najah, fathul Qarib, Minhajul Qowim, Fathul Wahhab, al- Mahalli, Fathul Muâin, dan Uqdatul-Farid. Di bidang ushul fiqh antara lin Faraidul â Bahiyah. Di bidang tauhid antara lain Aqidatul Awam. Dan dibidang akhlaq / Tasawwuf antara lin kitab Ihya Ulumuddin. Kelas satu sampai dengan tujuh di PP Tegalrejo, oleh masyarkat lebih dikenal dengan nama kitan yang dipelajari , seperti di tingkat I dikenal Jurumiyah Jawan, tingkat II dengan nama Jurumiyah, tingkat III dengan nama Fathul Qarib, tingkat IV dengan Alfiyah, tingkat V dengan Fathul Wahab, tingkat VI dengan Al Mahalli, tingkat VII dengan Fathul Muâin dan di tingkat VIII dengan Ihayah Ulumuddin. EKSTRAKURIKULER Latihan pidato tiga bahasa Arab, Inggris dan Indonesia, pelatihan wira usaha, kursus bahasa Arab dan Inggris, seni kaligrafi Al-Qurâan, seni baca Al-Qurâan dan tahfiz Al-Qurâan, morning conversation, keterampilan tangan, beladiri, pramuka, drum band, teater, kursus computer dan lain-lain. 4. PONDOK PESANTREN ISLAM AL IMAN Lokasi Jalan Talun Km 1 Patosan Sedayu, Muntilan, Ngaglik, Muntilan, Kec. Muntilan, Magelang, Jawa Tengah 56411 Pada bulan November tahun 1942 di Kampung beteng Muntilan mendirikan sebuah lembaga pendidikan bernama âPerguruan Al Imanâ. Sang pendiri adalah ustadz Yunus Alwan, beliau adalah alumni Madrasah Alawiyah Arabiyah di Singapura, Selepas dari singapura dia melanjutkan studinya ke Pondok Pesantren Tremas di Jawa Timur dan Madrasah Aliyah Al Iman di Kodya Magelang. pada tahun ini ia menyiapkan kurikulum salaf dan pada tahun kedua dilengkapi dengan sistem klasikal madrasah dan berjalan selama 21 tahun. pendidikan dengan sistem ini telah menghasilkan kader-kader muballigh terkenal di Magelang pada tahun 70-an. saat itu alumnus mencapai 4500 orang lebih. Pada tahun 1963 kurikulum pesantren disempurnakan, sehingga alumni Al Iman Muntilan dapat melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Sedangkan prosentasi pelajarannya adalah 65% prodi agama / Bahasa Arab dan 35% prodi umum. Kondisi ini berjalan hingga tahun 1986 dengan pasang surut. Pasca wafatnya KH. Muhammad Hadi Yunus ada kekosongan kekuasaan maka kepemimpinan pesantren sementara digantikan oleh Kyai Juhdan Fathoni, hingga pada tahun 2002 Kepemimpinan diamanahkan kembali pada putra KH Muhammad Hadi, yaitu Kyai Muhammad Zuhaery, MA. Dia adalah figur pemimpin yang telah mengenyam pendidikan di berbagai pesantren dan perguruan tinggi di dalam dan luar negeri. Pada masa kepemimpinan ini, kurikulum pesantren terus dikembangkan dan disempurnakan. TMM yang dulu lulus setelah lulus MA sekarang TMM merupakan sistem pendidikan di mana pesantren adalah Madrasah Tsanawiyah MTs, Madrasah Aliyah MA dan Takhassus. 5. PONDOK PESANTREN TIDAR Lokasi Tidar Dudan, Magelang Selatan, Tidar Utara, Kec. Magelang Sel., Kota Magelang, Jawa Tengah 56125 Pondok Pesantren Tidar ini berdiri atas cita-cita dari sang Pendiri KH. Musyarofi Zarkasyi yang diawali dengan mendirikan PMT Pengajian Mengaji Tidar di Kampung Malangan Kel. Tidar kec. Magelang Selatan Kota Magelang pada tahun 1980 M, setelah di Malangan berjalan dengan baik maka KH. Musyarofi mengembangkan sayap perjuangannya menegakkan kalimah Alloh dalam dunia pendidikan adalah dengan mengajar di kampung Tidar Dudan sebagaimana cita-cita beliau semasa nyantri di Pondok Pabelan Kabupaten Magelang. Walaupun di kampung Tidar Dudan ini untuk mewujudkan cita-cita beliau tidaklah mudah namun dengan niat dalam hati dan tekad yang sangat kuat juga dengan mempunyai 2 prinsip pertama berani memulai yang kedua adalah mencintai pekerjaan tersebut. Maka terwujudlah cita-cita beliau untuk mendirikan Pondok Pesantren Tidar. Yang dideklarasikan pada hari senin tanggal 12 Desember 1983 M. Dari tahun ke tahun Pondok Pesantren terus meningkatkan usahanya, terlebih lagi sangatlah memperhatikan Pendidikan Agama bagi masyarakat ekonomi menengah kebawah maka dari itu sejak beberapa tahun yang lalu kami berusaha menangani pendidikan anak-anak yang menjadi lahan beramal bagi kita, selain anak-anak yatim juga ada anak-anak dzuafaâ dan anak - anak terlantar dan Alhamdulillah sedikit banyak telah menunjukkan hasilnya yang tersebar dimana-mana di berbagai sektor kehidupan masyarakat. 6. PONDOK PESANTREN DARUL MUKHLASIN II Lokasi Gununglawak, Krincing, Kec. Secang, Magelang, Jawa Tengah 56195 Pondok Pessantren Sirojul Mukhasin 2 dipandang sebagai salah satu Pesantren yang tergolong besar di Kabupaten Magelang. Dikatakan besar dilihat dari kuantitas santri saat ini, pesantren ini memiliki lebih dari santri. Dengan angka itu pesantren yang sering disebut dengan Pondok Yajri tersebutĂâ termasuk pesantren yg memiliki jumlah santri terbanyak di Kecamatan Secang setelah Pondok Pesantren Sirojul Mukhlasin 1 yang terletak di kecamatan yg sama. Sebagaimana telah disebutkan di awal, bahwa selain pesantren Yayasan Bakti Yajri juga menaungi dua lembagai pendidikan yang lain, yaitu MTs Yajri dan MA Yajri. Meski demikian pengelolaan program pendidikan, kuriikukum serta administrasi tetap terintegrasi. Pesantren ini mengkolabrosikan anatra sistim pendidikan formal dan sistem pendidikan salaf / pesantren, hal ini tidak terlepas dari pengalaman dan latar belakang pendidikanĂâ Pengasuh Pesantren, KH. Minannurohman Anshori yang menimba pendidikan formanya di Pondok Modern Gontor selama 6 tahun, kemudian menyempurnakan pendidikanya di Ponpes Salaf Sarang Rembang di bawah asuhan Simbah KH Maemun Zubair langsung. Di Sarang, beliau menimba ilmu dan berkhidmat selama kurang lebih 8 tahun di era tahun 70-80an. Dalam perjalanannya, perbaikan demi perbaikan terus dilakukan secara bertahap dalam peningkatan dan pengembangan sistem pendidikan dan pembinaan siswa-santri maupun dalam peningkatan kualitas Perubahan dan pembaharuan ini dimaksudkan sebagai kesiapan madrasah dan pesantren dalam menghadapi tantangan dan tuntutan global. 7. PONDOK PESANTREN DARUSSALAM Lokasi Jl. Watucongol, Santre, Gunungpring, Kec. Muntilan, Magelang, Jawa Tengah 56415 Pondok Pesantren Ponpes Darussalam di Muntilan Magelang adalah potret panjang pluralisme, nasionalisme, dan kesantrian di Jawa Indonesia yang tergambar sejak masa perang kemerdekaan. Catatan panjang ini yang menjadikan Ponpes Darussalam selalu dikunjungi oleh para tokoh, termasuk Presiden Jokowi dan sebelumnya Gus Dur pun menjadikan ponpes ini sebagai rujukan kesantrian dan keindonesiaan. Ponpes Darussalam memang bukan pesantren besar dari jumlah santrinya. Kebesaran nama pondok ini adalah sejarah berdirinya yang kental dengan nuansa perjuangan melawan penjajah di masa Perang Jawa yang dipimpin Pangeran Diponegoro. Menurut sejarah, Ponpes ini didirikan oleh Kiai Abdurrauf bin Hasan Tuqa pada 1820. Kiai ini adalah salah seorang senapati panglima perang Pangeran Diponegoro. Leluhur Kiai Hasan Tuqa berasal dari trah Sunan Amangkurat Mas atau Amangkurat III. Itu sebabnya Kiai Hasan memiliki gelar kebangsawanan yaitu Raden Bagus Kemuning. Generasi keempat pengasuh pesantren ini adalah ulama yang sangat populer, terutama di kalangan warga NU. Yaitu KH Ahmad Abdul Haq Dalhar atau yang akrab disapa Mbah Mad Watucongol juga sangat populer. Itulah daftar Pondok Pesantren terbaik di Magelang Jawa Tengah.
Judul Asli âKH Ahmad Abdul Haq Dalhar Hikmah Ziarah ke Makam Auliyaâ Sumber Rubrik Uswah Majalah Aula, Desember 2010 Link Mbah Mad adalah salah seorang kiai yang cukup disegani banyak kalangan lintas golongan, para ulama dan pejabat. Sejak kecil, ia dikenal memiliki ilmu yang tidak dimiliki para kiai pada umumnya. SALAH seorang putra alm KH Ahmad Abdul Haq Dalhar Mbah Mad, KH Agus Aly Qayshar, menceritakan, bahwa salah satu kelebihan Mbah Mad yang dimiliki sejak kecil adalah mengetahui makam para wali yang sebelumnya tidak diketahui oleh masyarakat sekitar. Yang pada awalnya, makam seseorang itu dianggap biasa oleh masyarakat, justru Mbah Mad memberi tahu kalau itu makam seorang wali. Kelebihan ini merupakan warisan dari abahnya, Mbah Dalhar. Mbah Mad adalah seorang ulama yang cukup berpengaruh, terutama di wilayah Magelang. Di mata para kiai dan umatnya, kharisma Mbah Mad sangat tinggi, di samping karena salah seorang kiai sepuh di kalangan warga NU saat itu. Sebelum wafat, ia menjadi pengasuh keempat Pondok Pesantren Darussalam Watucongol, Gunungpring, Muntilan, Magelang, Jawa Tengah. Pesantren ini didirikan oleh kakek buyutnya yakni Kiai Abdurrauf bin Hasan Tuqa, pada tahun 1820. Pesantren ini juga pernah ditempati Muktamar NU ke-14, pada tahun 1939. Silsilah Keturunan Bulan kelahiran Mbah Mad belum diketahui secara pasti. Hanya yang pasti ia lahir pada hari Ahad Kliwon, sekitar tahun 1928. Ayahnya adalah Kiai Dalhar Mbah Dalhar yang merupakan kiai kharismatik sekaligus waliyullah. Kiai Abdurrauf adalah salah seorang senapati perang Pangeran Diponegoro. Nasab Kiai Hasan Tuqa sendiri sampai kepada Sunan Amangkurat Mas atau Amangkurat III. Karena itu, sebagai keturunan raja Kiai Hasan Tuqa juga memiliki nama sebutan lain, yaitu Raden Bagus Kemuning. Tempat Doa Restu Pejabat Mbah Mad dikenal sebagai tokoh spiritual yang cukup disegani hampir semua kalangan, dari masyarakat bawah hingga ulama dan tokoh nasional lainnya karena kharisma dan kewalian yang dipercayai masyarakat. Bahkan, ia sering disowani seseorang yang akan maju menjadi pejabat. Mereka biasanya sowan dulu ke Mbah Mad untuk minta doa restu. Bukan hanya itu, tokoh-tokoh nasional dan pejabat negara juga sering berkunjung untuk meminta nasihat kepadanya. Tercatat misalnya, KH Abdurrahman Wahid Gus Dur, Megawati, Jusuf Kalla, Wiranto, Akbar Tanjung dan tokoh-tokoh lainnya tercatat pernah bersilaturrahim ke Mbah Mad. Susilo Bambang Yudhoyono semasa masih aktif dinas di kemiliteran dengan pangkat kapten juga pernah datang kepada Mbah Mad. Mbah Mad merupakan sosok kiai yang memiliki sikap yang luwes. Pergaulannya cukup luas, tanpa memandang perbedaan agama, aliran dan perbedaan lainnya. Wajar jika ia pernah dipercaya menjadi Ketua Paguyuban Umat Beragama Kabupaten Magelang yang anggotanya adalah dari kalangan pemuka lintas agama. Abah Dalhar, abahnya Mbah Mad, dikenal sebagai mursyid Thariqah Assyadziliyyah. Sebelum wafat, Mbah Dalhar menurunkan ijazah kemursyidannya kepada Mbah Mad, di samping kepada Kiai Iskandar Salatiga dan KH Dimyati Banten. Mbah Mad memiliki sedikitnya tiga ribu jamaah yang tersebar di berbagai daerah khususnya di wilayah eks-Karesidenan Kedu Kota Magelang, Kabupaten Magelang, Temanggung, Wonosobo, Purworejo, dan Kebumen. Berjuang Tak Mengenal Waktu Mbah Mad tidak sekadar menyampaikan ajaran agama dan ibadah, tetapi juga olah jiwa terutama kepada putra-putri serta para santrinya. Meninggalkan tidur malam adalah juga bagian dari riyadah Mbah Mad. Dituturkan Gus Ali â Panggilan KH Agus Aly Qayshar â salah satu riyadah yang dijalankan Mbah Mad adalah melek malam. Di samping itu, ia sangat tekun melakukan ziarah ke beberapa makan auliya dan ulama. Riyadah melekan ini ia jalani sejak kecil hingga menjelang wafat. Ia juga dikenal memiliki kelebihan dari sisi ilmu dibanding kiai pada umumnya. Misalnya, ia bisa mengetahui makam para wali yang sebelumnya tidak diketahui orang sekitar. Bahkan kelebihan ini terlihat sejak dia kecil. Mbah Mad juga diyakini memiliki ilmu laduni. Pasalnya, ia tidak pernah mondok. Meski pernah mondok di Pesantren Al-Wahdah Lasem yang saat itu diasuh KH Baidlawi, namun, ia hanya bertahan tidak lebih dari seminggu. âAbah lebih banyak berguru langsung ke pada abahnya sendiri,â terang Gus Ali. Sepanjang perjalanan hidupnya dipergunakan untuk menyampaikan pesan-pesan agama kepada umat. Dalam mengemban tugas mulia mengajarkan ajaran-ajaran syarâi. Mbal1 Mad seolah tidak mengenal tempat, waktu, situasi, dan kondisi. Bahkan di tempat yang sukar dilalui kendaraan, ia tetap bersedia dengan berjalan kaki. Menurut Gus Ali. Mbah Mad sering berpesan kepada putra-putrinya agar selalu menghormati tamu, tidak meremehkan pejabat, serta menyapa kepada semua siapa pun tanpa melihat status sosial maupun agamanya. Mbah Mad memiliki tiga istri yakni Hajah Jamilah almarhum, Hajah Istianah almarhum. dan Hajah Khafshah. Dari pernikahannya, dia dikaruniai 9 anak. yang dua di antaranya sudah meninggal dunia. Cucunya ada 32 orang dan 10 cicit. Mbah Mad menghembuskan nafas terakhirnya dalam usia 82 tahun di Rumah Sakit Harapan Kota Magelang, pagi sekitar pukul WIB, Kamis, 8 Juli 2010 lalu. Hadir dalam acara pemberangkatan jenazah di antaranya KH Maimun Zubair dari Sarang, KH Hamid Baidlawi Rembang, Drs H Lukman Saifuddin Zuhri Wakil Ketua MPR RI, Bupati Magelang Ir H Singgih Sanyoto, Bupati Wonosobo, Walikota Magelang, Ketua DPRD Kabupaten dan Kota Magelang, serta para kiai lainnya.
MBAH Dalhar yang bernama lengkap KH. Nahrowi Dalhar, Watucongol dikenal sebagai ulama yang mumpuni. Mbah Dalhar begitu panggilan akrabnya adalah mursyid tarekat Syadziliyah dan dikenal sebagai seorang yang waraâ dan menjadi teladan masyarakat. Kiai Haji Dalhar, Watucongol, Magelang dikenal sebagai salah satu guru para ulama. Kharisma dan ketinggian ilmunya menjadikan rujukan umat Islam untuk menimba ilmu. Mbah Dalhar , begitu panggilan akrabnya adalah sosok yang disegani sekaligus panutan umat Islam, terutama di Jawa Tengah. Salah satu Mursyid Thoriqoh Syadziliyah ini dikenal juga menelorkan banyak ulama yang mumpuni. Mbah Dalhar dilahir kan pada 10 Syawal 1286 H atau 10 Syawal 1798 â Je 12 Januari 1870 M di Watucongol, Muntilan, Magelang, Jawa Tengah. Lahir dalam lingkungan keluarga santri yang taat. Sang ayah yang bernama Abdurrahman bin Abdurrauf bin Hasan Tuqo adalah cucu dari Kyai Abdurrauf. Kekeknya mbah Dalhar dikenal sebagai salah seorang panglima perang Pangeran Diponegoro. Adapun nasab Kyai Hasan Tuqo sendiri sampai kepada Sunan Amangkurat Mas atau Amangkurat III. Oleh karenanya sebagai keturunan raja, Kyai Hasan Tuqo juga mempunyai nama lain dengan sebutan Raden Bagus Kemuning. Masa Kanak-Kanak Semasa kanakâkanak, Mbah Dalhar belajar Al-Qurâan dan beberapa dasar ilmu keagamaan pada ayahnya sendiri. Pada usia 13 tahun baru mondok di pesantren. Ia dititipkan oleh ayahnya pada Mbah Kyai Mad Ushul begitu sebutan masyhurnya di Dukuh Mbawang, Ngadirejo, Salaman, Magelang. Di bawah bimbingan Mbah Mad Ushul , ia belajar ilmu tauhid selama kurang lebih 2 tahun. Kemudian tercatat juga mondok di Pondok Pesantren Al-Kahfi Somalangu, Kebumen pada umur 15 tahun. Pesantren ini dipimpin oleh Syeikh As Sayyid Ibrahim bin Muhammad Al-Jilani Al-Hasani atau yang maâruf dengan laqobnya Syeikh Abdul Kahfi Ats-Tsani. Selama delapan tahun mbah Kyai Dalhar belajar di pesantren ini. Selama itulah Mbah Dalhar berkhidmah di ndalem pengasuh. Hal itu terjadi atas dasar permintaan ayahnya kepada Syeikh As Sayid Ibrahim bin Muhammad Al-Jilani Al-Hasani. Tidak hanya di daerah sekitar Mbah Dalhar menimba ilmu. Di Makkah Mukaramah beliau berguru kepada beberapa alim ulama yang masyhur. Perjalanannya ke tanah suci untuk menuntut ilmu terjadi pada tahun 1314 H/1896 M. Mbah Kyai Dalhar diminta oleh gurunya, Syeikh As Sayid Ibrahim bin Muhammad Al-Jilani Al-Hasani untuk menemani putera laki â laki tertuanya Sayid Abdurrahman Al-Jilani Al-Hasani untuk menuntut ilmu di Mekkah. Di Makkah waktu itu masih bernama Hijaz, mbah Kyai Dalhar dan Sayyid Abdurrahman tinggal di rubath asrama tempat para santri tinggal Syeikh As Sayyid Muhammad Babashol Al-Hasani yaitu didaerah Misfalah. Sayyid Abdurrahman dalam rihlah ini hanya sempat belajar pada Syeikh As Sayyid Muhammad Babashol Al-Hasani selama 3 bulan, karena beliau diminta oleh gurunya dan para ulama Hijaz untuk memimpin kaum muslimin mempertahankan Makkah dan Madinah dari serangan sekutu. Sementara itu mbah Kyai Dalhar diuntungkan dengan dapat belajar ditanah suci tersebut hingga mencapai waktu 25 tahun. Syeikh As_Sayid Muhammad Babashol Al-Hasani inilah yang kemudian memberi nama âDalharâ pada mbah Kyai Dalhar. Hingga akhirnya beliau memakai nama Nahrowi Dalhar. Dimana nama Nahrowi adalah nama asli beliau. Dan Dalhar adalah nama yang diberikan untuk beliau oleh Syeikh As Sayyid Muhammad Babashol Al-Hasani. Rupanya atas kehendak Allah Swt, mbah Kyai Nahrowi Dalhar dibelakang waktu lebih masyhur namanya dengan nama pemberian sang guru yaitu Mbah Kyai âDalharâ. Ketika berada di Hijaz inilah mbah Kyai Dalhar memperoleh ijazah kemursyidan Thariqah As-Syadziliyyah dari Syeikh Muhtarom Al-Makki dan ijazah aurad Dalailil Khoirat dari Sayyid Muhammad Amin Al-Madani. Dimana kedua amaliyah ini dibelakang waktu menjadi bagian amaliyah rutin yang masyhur. Mencintai Tradisi Jawa Kiai Dalhar juga termasuk ulama yang sangat mencintai tradisi-tradisi yang ada di kampung halamannya Watucongol Muntilan Magelang, yang mana sering disampaikan oleh salah satu Putra Menantu beliau, KH. Achmad Chalwani Nawawi Pengasuh Pondok Pesantren An-Nawawi Berjan Purworejo âHebatnya Mbah Dalhar itu walupun mondok di Makkah lebi dari 23 tahun tetapi setelah pulang sampai di Watucongol adat Arabnya tidak beliau bawa yang dibawa ajarannya, jadi beliau bisa membedakan mana yang ajaran mana yang adat/ tradisiâ. Contoh dalam Adat Jawa seseorang menyebut Ibu dengan sebutan Simbok bukan Ummi dan menyebut Ayah dengan sebutan Bapak bukan Abah . Sebab sebutan Simbok dan Bapak merupakan adat/ tradisis orang Jawa sementara sebutan Abah dan Umi merupakan adat orang Arab. Maka beliau pulang dari Makkah hanya membawa ajaran Islam sementara adat/ tradisi tetap seperti adat istiadat Orang Jawa. Dan inilah yang diajarkan kepada putra-putri beliau. Banyak sekali tokohâtokoh ulama terkenal negara ini yang sempat berguru kepada beliau semenjak sekitar tahun 1920 â 1959. Diantaranya adalah KH. Mahrus,Lirboyo, KH. Dimyati Banten, KH Marzuki Giriloyo dan lain sebagainya. Diriwayatkan oleh salah satu putra menantu beliau KH. Achmad Chalwani bahwa kewalian beliau pernah ditunjukan kepada salah satu muridnya yaitu KH. Mahrus Ali Lirboyo.
ï»żSumber Santri Kanzus Mbah Mad adalah salah seorang kiai yang cukup disegani banyak kalangan lintas golongan, para ulama dan pejabat. Sejak kecil, ia dikenal memiliki ilmu yang tidak dimiliki para kiai pada umumnya. Salah seorang putra alm KH Ahmad Abdul Haq Dalhar Mbah Mad, KH Agus Aly Qayshar, menceritakan, bahwa salah satu kelebihan Mbah Mad yang dimiliki sejak kecil adalah mengetahui makam para wali yang sebelumnya tidak diketahui oleh masyarakat sekitar. Yang pada awalnya, makam seseorang itu dianggap biasa oleh masyarakat, justru Mbah Mad memberi tahu kalau itu makam seorang wali. Kelebihan ini merupakan warisan dari abahnya, Mbah Dalhar. Mbah Mad adalah seorang ulama yang cukup berpengaruh, terutama di wilayah Magelang. Di mata para kiai dan umatnya, kharisma Mbah Mad sangat tinggi, di samping karena salah seorang kiai sepuh di kalangan warga NU saat itu. Sebelum wafat, ia menjadi pengasuh keempat Pondok Pesantren Darussalam Watucongol, Gunungpring, Muntilan, Magelang, Jawa Tengah. Pesantren ini didirikan oleh kakek buyutnya yakni Kiai Abdurrauf bin Hasan Tuqa, pada tahun 1820. Pesantren ini juga pernah ditempati Muktamar NU ke-14, pada tahun 1939. Silsilah Keturunan Bulan kelahiran Mbah Mad belum diketahui secara pasti. Hanya yang pasti ia lahir pada hari Ahad Kliwon, sekitar tahun 1928. Ayahnya adalah Kiai Dalhar Mbah Dalhar yang merupakan kiai kharismatik sekaligus waliyullah. Kiai Abdurrauf adalah salah seorang senapati perang Pangeran Diponegoro. Nasab Kiai Hasan Tuqa sendiri sampai kepada Sunan Amangkurat Mas atau Amangkurat III. Karena itu, sebagai keturunan raja Kiai Hasan Tuqa juga memiliki nama sebutan lain, yaitu Raden Bagus Kemuning. Tempat Doa Restu Pejabat Mbah Mad dikenal sebagai tokoh spiritual yang cukup disegani hampir semua kalangan, dari masyarakat bawah hingga ulama dan tokoh nasional lainnya karena kharisma dan kewalian yang dipercayai masyarakat. Bahkan, ia sering disowani seseorang yang akan maju menjadi pejabat. Mereka biasanya sowan dulu ke Mbah Mad untuk minta doa restu. Bukan hanya itu, tokoh-tokoh nasional dan pejabat negara juga sering berkunjung untuk meminta nasihat kepadanya. Tercatat misalnya, KH Abdurrahman Wahid Gus Dur, Megawati, Jusuf Kalla, Wiranto, Akbar Tanjung dan tokoh-tokoh lainnya tercatat pernah bersilaturrahim ke Mbah Mad. Susilo Bambang Yudhoyono semasa masih aktif dinas di kemiliteran dengan pangkat kapten juga pernah datang kepada Mbah Mad. Mbah Mad merupakan sosok kiai yang memiliki sikap yang luwes. Pergaulannya cukup luas, tanpa memandang perbedaan agama, aliran dan perbedaan lainnya. Wajar jika ia pernah dipercaya menjadi Ketua Paguyuban Umat Beragama Kabupaten Magelang yang anggotanya adalah dari kalangan pemuka lintas agama. Abah Dalhar, abahnya Mbah Mad, dikenal sebagai mursyid Thariqah Assyadziliyyah. Sebelum wafat, Mbah Dalhar menurunkan ijazah kemursyidannya kepada Mbah Mad, di samping kepada Kiai Iskandar Salatiga dan KH Dimyati Banten. Mbah Mad memiliki sedikitnya tiga ribu jamaah yang tersebar di berbagai daerah khususnya di wilayah eks-Karesidenan Kedu Kota Magelang, Kabupaten Magelang, Temanggung, Wonosobo, Purworejo, dan Kebumen. Berjuang Tak Mengenal Waktu Mbah Mad tidak sekadar menyampaikan ajaran agama dan ibadah, tetapi juga olah jiwa terutama kepada putra-putri serta para santrinya. Meninggalkan tidur malam adalah juga bagian dari riyadah Mbah Mad. Dituturkan Gus Ali â Panggilan KH Agus Aly Qayshar â salah satu riyadah yang dijalankan Mbah Mad adalah melek malam. Di samping itu, ia sangat tekun melakukan ziarah ke beberapa makan auliya dan ulama. Riyadah melekan ini ia jalani sejak kecil hingga menjelang wafat. Ia juga dikenal memiliki kelebihan dari sisi ilmu dibanding kiai pada umumnya. Misalnya, ia bisa mengetahui makam para wali yang sebelumnya tidak diketahui orang sekitar. Bahkan kelebihan ini terlihat sejak dia kecil. Mbah Mad juga diyakini memiliki ilmu laduni. Pasalnya, ia tidak pernah mondok. Meski pernah mondok di Pesantren Al-Wahdah Lasem yang saat itu diasuh KH Baidlawi, namun, ia hanya bertahan tidak lebih dari seminggu. âAbah lebih banyak berguru langsung ke pada abahnya sendiri,â terang Gus Ali. Sepanjang perjalanan hidupnya dipergunakan untuk menyampaikan pesan-pesan agama kepada umat. Dalam mengemban tugas mulia mengajarkan ajaran-ajaran syarâi. Mbah Mad seolah tidak mengenal tempat, waktu, situasi, dan kondisi. Bahkan di tempat yang sukar dilalui kendaraan, ia tetap bersedia dengan berjalan kaki. Menurut Gus Ali. Mbah Mad sering berpesan kepada putra-putrinya agar selalu menghormati tamu, tidak meremehkan pejabat, serta menyapa kepada semua siapa pun tanpa melihat status sosial maupun agamanya. Mbah Mad memiliki tiga istri yakni Hajah Jamilah almarhum, Hajah Istianah almarhum. dan Hajah Khafshah. Dari pernikahannya, dia dikaruniai 9 anak. yang dua di antaranya sudah meninggal dunia. Cucunya ada 32 orang dan 10 cicit. Mbah Mad menghembuskan nafas terakhirnya dalam usia 82 tahun di Rumah Sakit Harapan Kota Magelang, pagi sekitar pukul WIB, Kamis, 8 Juli 2010 lalu. Hadir dalam acara pemberangkatan jenazah di antaranya KH Maimun Zubair dari Sarang, KH Hamid Baidlawi Rembang, Drs H Lukman Saifuddin Zuhri Wakil Ketua MPR RI, Bupati Magelang Ir H Singgih Sanyoto, Bupati Wonosobo, Walikota Magelang, Ketua DPRD Kabupaten dan Kota magelang serta para kyai lainya
KH. Ahmad Abdul Haq Mbah Mad adalah salah seorang kiai yang cukup disegani banyak kalangan lintas golongan, para ulama dan pejabat. Mbah Mad adalah salah seorang kiai yang cukup disegani banyak kalangan lintas golongan, para ulama dan pejabat. Sejak kecil, ia dikenal memiliki ilmu yang tidak dimiliki para kiai pada umumnya. Salah seorang putra alm KH Ahmad Abdul Haq Dalhar Mbah Mad, KH Agus Aly Qayshar, menceritakan, bahwa salah satu kelebihan Mbah Mad yang dimiliki sejak kecil adalah mengetahui makam para wali yang sebelumnya tidak diketahui oleh masyarakat sekitar. Yang pada awalnya, makam seseorang itu dianggap biasa oleh masyarakat, justru Mbah Mad memberi tahu kalau itu makam seorang wali. Kelebihan ini merupakan warisan dari abahnya, Mbah Dalhar. Mbah Mad adalah seorang ulama yang cukup berpengaruh, terutama di wilayah Magelang. Di mata para kiai dan umatnya, kharisma Mbah Mad sangat tinggi, di samping karena salah seorang kiai sepuh di kalangan warga NU saat itu. Sebelum wafat, ia menjadi pengasuh keempat Pondok Pesantren Darussalam Watucongol, Gunungpring, Muntilan, Magelang, Jawa Tengah. Pesantren ini didirikan oleh kakek buyutnya yakni Kiai Abdurrauf bin Hasan Tuqa, pada tahun 1820. Pesantren ini juga pernah ditempati Muktamar NU ke-14, pada tahun 1939. Silsilah Keturunan Bulan kelahiran Mbah Mad belum diketahui secara pasti. Hanya yang pasti ia lahir pada hari Ahad Kliwon, sekitar tahun 1928. Ayahnya adalah Kiai Dalhar Mbah Dalhar yang merupakan kiai kharismatik sekaligus waliyullah. Kiai Abdurrauf adalah salah seorang senapati perang Pangeran Diponegoro. Nasab Kiai Hasan Tuqa sendiri sampai kepada Sunan Amangkurat Mas atau Amangkurat III. Karena itu, sebagai keturunan raja Kiai Hasan Tuqa juga memiliki nama sebutan lain, yaitu Raden Bagus Kemuning. Tempat Doa Restu Pejabat Mbah Mad dikenal sebagai tokoh spiritual yang cukup disegani hampir semua kalangan, dari masyarakat bawah hingga ulama dan tokoh nasional lainnya karena kharisma dan kewalian yang dipercayai masyarakat. Bahkan, ia sering disowani seseorang yang akan maju menjadi pejabat. Mereka biasanya sowan dulu ke Mbah Mad untuk minta doa restu. Bukan hanya itu, tokoh-tokoh nasional dan pejabat negara juga sering berkunjung untuk meminta nasihat kepadanya. Tercatat misalnya, KH Abdurrahman Wahid Gus Dur, Megawati, Jusuf Kalla, Wiranto, Akbar Tanjung dan tokoh-tokoh lainnya tercatat pernah bersilaturrahim ke Mbah Mad. Susilo Bambang Yudhoyono semasa masih aktif dinas di kemiliteran dengan pangkat kapten juga pernah datang kepada Mbah Mad. Mbah Mad merupakan sosok kiai yang memiliki sikap yang luwes. Pergaulannya cukup luas, tanpa memandang perbedaan agama, aliran dan perbedaan lainnya. Wajar jika ia pernah dipercaya menjadi Ketua Paguyuban Umat Beragama Kabupaten Magelang yang anggotanya adalah dari kalangan pemuka lintas agama. Abah Dalhar, abahnya Mbah Mad, dikenal sebagai mursyid Thariqah Assyadziliyyah. Sebelum wafat, Mbah Dalhar menurunkan ijazah kemursyidannya kepada Mbah Mad, di samping kepada Kiai Iskandar Salatiga dan KH Dimyati Banten. Mbah Mad memiliki sedikitnya tiga ribu jamaah yang tersebar di berbagai daerah khususnya di wilayah eks-Karesidenan Kedu Kota Magelang, Kabupaten Magelang, Temanggung, Wonosobo, Purworejo, dan Kebumen. Berjuang Tak Mengenal Waktu Mbah Mad tidak sekadar menyampaikan ajaran agama dan ibadah, tetapi juga olah jiwa terutama kepada putra-putri serta para santrinya. Meninggalkan tidur malam adalah juga bagian dari riyadah Mbah Mad. Dituturkan Gus Ali â Panggilan KH Agus Aly Qayshar â salah satu riyadah yang dijalankan Mbah Mad adalah melek malam. Di samping itu, ia sangat tekun melakukan ziarah ke beberapa makan auliya dan ulama. Riyadah melekan ini ia jalani sejak kecil hingga menjelang juga dikenal memiliki kelebihan dari sisi ilmu dibanding kiai pada umumnya. Misalnya, ia bisa mengetahui makam para wali yang sebelumnya tidak diketahui orang sekitar. Bahkan kelebihan ini terlihat sejak dia kecil. Mbah Mad juga diyakini memiliki ilmu laduni. Pasalnya, ia tidak pernah mondok. Meski pernah mondok di Pesantren Al-Wahdah Lasem yang saat itu diasuh KH Baidlawi, namun, ia hanya bertahan tidak lebih dari seminggu. âAbah lebih banyak berguru langsung ke pada abahnya sendiri,â terang Gus Ali. Sepanjang perjalanan hidupnya dipergunakan untuk menyampaikan pesan-pesan agama kepada umat. Dalam mengemban tugas mulia mengajarkan ajaran-ajaran syarâi. Mbal1 Mad seolah tidak mengenal tempat, waktu, situasi, dan kondisi. Bahkan di tempat yang sukar dilalui kendaraan, ia tetap bersedia dengan berjalan kaki. Menurut Gus Ali. Mbah Mad sering berpesan kepada putra-putrinya agar selalu menghormati tamu, tidak meremehkan pejabat, serta menyapa kepada semua siapa pun tanpa melihat status sosial maupun agamanya. Mbah Mad memiliki tiga istri yakni Hajah Jamilah almarhum, Hajah Istianah almarhum. dan Hajah Khafshah. Dari pernikahannya, dia dikaruniai 9 anak. yang dua di antaranya sudah meninggal dunia. Cucunya ada 32 orang dan 10 Mad menghembuskan nafas terakhirnya dalam usia 82 tahun di Rumah Sakit Harapan Kota Magelang, pagi sekitar pukul WIB, Kamis, 8 Juli 2010 lalu. Hadir dalam acara pemberangkatan jenazah di antaranya KH Maimun Zubair dari Sarang, KH Hamid Baidlawi Rembang, Drs H Lukman Saifuddin Zuhri Wakil Ketua MPR RI, Bupati Magelang Ir H Singgih Sanyoto, Bupati Wonosobo, Walikota Magelang, Ketua DPRD Kabupaten dan Kota Magelang, serta para kiai lainnya.
putra putri mbah mad watucongol